Send As SMS
Send As SMS

Wednesday, July 19, 2006

Kebiasaan Yang Menjadi Beban

Bulan Juli di Indonesia selalu dijadikan bulan yang tepat untuk melakukan kenduri terutama mengkhitan anak laki-laki, pertimbangannya karena anak yang di khitan memerlukan waktu untuk sembuh dan kebetulan bulan Juli adalah masa liburan pelajar dari mulai TK-SMA di Indonesia, sehingga para orang tua memanfaatkan moment ini untuk meng khitan anak-anak mereka. Kalau dihitung-hitung aku pribadi mendapatkan undangan atas kenduri khitanan dalam satu minggu bisa 3-4 undangan, maklum aku dan suamiku termasuk manusia yang banyak dikenal orang (terutama di kampungku...he..he..)



Seperti halnya orang lain, aku pun melakukan hal yang sama memanfaatkan liburan anak untuk mengkhitan dan mengadakan kenduri bagi anakku Sebagai muslim mengkhitan anak merupakan bagian dari sunnah Rasulullah. Niatku tulus hanya melaksanakan sunnah Nabi. Titik...., tapi ternyata tidak untuk orang lain ternyata kenduri khitanan menjadi beban tersendiri bagi sebagian orang yang mendapat undangan

Bagaimana tidak, kultur yang berkembang di Indonesia khususnya di tatar Sunda, mengharuskan tamu yang diundang harus membawa amplop berisi uang untuk ’nyecep’ (memberi uang bagi anak yang dikhitan).Kultur yang berkembang puluhan tahun bahkan ratusan tahun seakan mendarah daging dalam diri kita, sehingga ada perasaan malu jika datang pada acara kenduri khitanan tidak membawa uang/ amplop, yang lebih parah lagi mereka lebih memilih tidak datang daripada tidak ’nyecep’.
Bahkan ada perasaan yang ngedumel dan mangkel saat menerima undangan 3-4 kenduri khitanan dalam seminggu di bulan juli, artinya mareka harus mengeluarkan 3-4 amplop uang/amplop. Dapat dibayangkan berapa budget yang harus dikeluarkan dalam sebulan jika setiap amplop berisi 20 ribu-50 ribu ( ukuran rata-rata keluarga menengah ke bawah) kurang lebih 240 ribu – 800 ribu.

Budaya inilah yang membuatku kesal karena sudah menjadi sikap massal dari masyarakat untuk tidak datang pada undangan jika mereka tidak memiliki uang. Sangat jauh dari tujuan kenduri yang sebenarnya, bukankah mengundang orang datang pada saat kenduri adalah untuk mempererat silaturahiim?, mengumpulkan orang yang jarang bertemu di satu tempat?, bersyukur atas rahmat Allah dengan mengumpulkan sanak saudara, handai taulan untuk berbagi kebahagiaan. Bahkan Rasulullah mencontohkan syukuran dengan mengadakan kenduri mengundang fakir miskin untuk makan makanan yang lezat, berbagi kebahagiaan dengan mereka.


Undangan Pernikahan

Sekitar 10 tahun yang lalu kebiasaan menghadiri undangan pernikahan agak lain dengan undangan khitanan, kalau undangan khitanan setiap orang merasa terbebani untuk membawa uang/amplop, maka undangan pernikahan saat itu ’mengharuskan’ undangan membawa kado yang berisi barang-barang yang bermanfaat bagi sang pengantin, biasanya alat-alat rumah tangga. Tapi seiring dengan kemajuan jaman dimana dituntut nilai praktis, maka paradigma itu bergeser menuntut hal yang sama seperti halnya undangan khitanan bahkan di surat undangan pernikahan acapkali kita menemukan tulisan ” Dengan tidak mengurangi rasa hormat, kado atau cindera mata tidak berupa barang ” pernyataan tersebut nampak halus, padahal artinya undangan diharuskan membawa uang jangan barang. Inipun sama semakin jauh dari tujuan syukuran kenduri yang sebenarnya, terkesan komersil.

Kalau kurenungkan lebih seksama masyarakat kita sudah terjebak budaya yang ’material oriented’alias kapitalis alias ’yahudi’ semua sikap/ perilaku selalu diukur dengan materi. Pengorbanan yang dilakukan harus selalu sepadan dengan sejumlah materi yang harus kita terima.

Marilah kawan kita kembali pada sunnah Rasulullah bahwa esensi syukuran kenduri adalah untuk mengumpulkan fakir miskin, sanak family menjalin erat silaturahiim, memohon do’a mereka.

Jadi kalau kita luruskan lagi niat, maka tidak wajib untuk membawa uang/amplop pada saat diundang kenduri khitanan atau pernikahan, kalau punya uang tidak salah memberi uang/ amplop sekedar ikut merasakan senang tapi jika hal itu menjadi beban sehingga menghambatnya untuk datang..hati...hati kita bisa terjebak dosa, karena pesan Rasulullah dalam sebuah hadits mengatakan ’kewajiban mukmin yang satu pada yang lainnya dalah : jika mereka diundang maka mereka wajib untuk datang’

2 Comments:

At 11:46 a.m., Blogger AbahAmbu said...

Astagfirulloh... Abah sempet punya pikiran seperti itu loh T Rin... Tapi kalo emang lagi boke, kita ngasi seadanya dalam amplop tanpa identitas. Tapi kok saya juga suka ngerasa malu kalo ngasinya sedikit (jadi aja tanpa identitas).. kalo ngasinya merasa layak, baru deh ditulisin namanya... Apa ini juga material oriented ya ? hehehe... Nuhun T RIna tos diemutan yeuh :D
Jazzakalallohu Khairan Katsiro

 
At 12:39 p.m., Blogger Ida Latifa Hanum said...

Ass.wr.wb. memang susah ya Mbak klo sudah membudaya. malah ada yg hajatan tuh dijadikan bisnis, jd bener2 itungan laba rugi.Mungkin yg paling pas menempatkan sesuatu pada posisinya ya Mbak. jadi klo lg nggak punya duit ya jgn memaksakan diri. Tapi klo pas ada Rizky, ya jgn pelit2 amat ngisi amplopnya. Buat yg punya hajatan, dapat amplop byk ya alhamdulilah, nggak dapat apa2 ya jangan sakit hati, kan niatnya tasyakuran...sekalian bagi2 rizky gitu :).

 

Post a Comment

<< Home