Send As SMS
Send As SMS

Monday, September 04, 2006

Surat Cinta Untukmu...

Kepada,
Saudaraku yang malang yang kusayang
Di
Bumi Allah


Kita tidak pernah tahu kapan kita meninggal, kalau saja kita tahu tentunya kita akan bersiap-siap menyambut ajal datang, kita akan mengumpulkan semua perbekalan yang diperlukan untuk bisa hidup bahagia di akhirat kelak. Beruntunglah orang-orang yang meninggal karena penyakit yang menggerogotinya...ya setidaknya mereka dapat menangkap sinyal-sinyal yang Allah berikan pada mereka, sayang tidak semua orang meninggal karena sakit, sada yang meninggal tertabrak kereta api, mobil,truk, serangan jantung tiba-tiba, saat tidur pulas, saat tertawa terbahak bahkan ada yang meninggal saat sedang berbuat maksiat. Wallahualam....

Tidak ada satu pun yang mampu menghindari diri dari sakaratul maut: isteri yang cantik, sholeh dan pintar,harta yang melimpah, deposit, rumah dan kendaraan yang kita sayangi semuanya terlepas begitu saja dari diri kita tak ada yang mau menemani. Boleh tanya pada suami atau isteri tercinta kita ’maukah mereka menemani kita saat ajal datang menjemput” jawabannya tentu TIDAK.......sekalipun isteri dan suami kita adalah orang tersholeh di dunia. Kita hanya sendiri menghadapNya...sendiri mempertanggungjawabkan semua amal baik-buruk kita selama di bumi, sanggupkah kita menghadapNya? Sanggupkah kita menghindar dari siksa kubur? Sanggupkah kita mengelak, berbohong diahadapanNya seperti yang sering kita lakukan di hadapan manusia?

Dunia adalah tempat singgah dari perjalanan yang teramat panjang, kita hanya singgah di dunia ini paling banter hanya 70 an tahun, waktu yang teramat singkat jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang satu harinya sama dengan 1000 tahun waktu di bumi. Wow....sulit dibayangkan betapa lamaaaaaaaaanya...Apa dunia yang singkat ini yang menjadi prioritas kita? Sekali lagi TIDAK

Saat di dunia kita selalu berpikir menhitung amal seperti menghitung utang, saat kita lalai tidak sholat, tidak shaum, tidak zakat, kita berpikir ”semuanya akan beres jika kita membayarnya mengakumulasinya dengan rajin beribadah dalam seminggu” dalam seminggu kita lakukan berbagai macam dan jenis sholat baik wajib maupun sunat, berzakat sampai menghabiskan seluruh gaji kita dalam sebulan, shaum pun tidak ketinggalan shaum dawud, shaum senin-kamis...hati kita pun tentram berpikir Allah adalah maha pengampun, Allah akan ngertiin kita, dan rasa bersalah kita pun lambat laun berkurang merasa diri sudah membayar semua kesalahan yang kita lakukan dengan amal sholeh yang kita anggap banyak, kita anggap telah mewakili semua kesalahan kita......Eh giliran minggu berikutnya...saat semuanya berjalan baik-baik saja kita pun merasa bahwa semua dosa telah terampuni ” tak apalah berbuat dosa sedikit...aja, ntar juga ditebus lagi ” (Emangnya Allah tukang kredit???) memaklumi diri menganggap bahwa yang kita lakukan adalah sesuatu yang wajar, toh orang lain pun berbuat maksiat lebih dari saya....., apalah artinya dosa yang saya lakukan jika dibandingkan dengan mereka?

Saat kita dihadapkan pada sesuatu dimana kita harus memilih maka iman kita simpan dalam peti yang terkunci tapi setelah semuanya selesai baru kita sadar bahwa yang kita lakukan adalah salah, dan otak pun berputar mencari pembenaran dan justifikasi dari apa yang sudah kita lakukan ya...sekedar membuat hati tentram dan mencoba lari dari rasa bersalah. DIMANA HATI NURANI KITA???

Dalam diri mukmin ada cahaya iman yang senantiasa menjaga kita dari jalan yang hitam dan gelap, cahaya ini harus senantiasa kita jaga dan pelihara agar tidak padam. Bukankah setiap kali kita akan berbuat salah hati kita selalu berdialog, berperang ? ada bisikan positif dan ada bisikan negatif, bisikan positif datangnya dari cahaya Allah melalui malaikat yang senantiasa menjaga kita sedangkan bisikan negatif bersala dari syetan yang selalu mengajak kita terjerumus dalam lembah dosa. Bisikan atau dialog itu yang disebut dalam teori Self Empowering sebagai Positive and Negative Internal Dialog, dimana orang yang mampu mengabaikan bisikan negatif sebagai seorang yang tangguh dalam memberdayakan dirinya, yang oleh Rasulullah dikatakan bahwa jihad terbesar manusia adalah saat ia berperang melawan bisikan hawa nafsu.

Orang mukmin hatinya cenderung pada bisikan-bisikan malaikat yang, karena inilah esensi dari rukun iman yang kedua yakni percaya pada malaikat, percaya bukan karena keberadaannya tapi jauh dari itu percaya dan mengikuti apa yang senantiasa berbisik dalam hatinya untuk selalu berbuat baik dan benar.

Mari kita renungkan dengan hati yang lapang dan pikiran yang jernih, ’apa sebenarnya yang sedang kita cari?’ rumah indah, mobil mewah, uang yang banyak? Apa dengan semua itu lantas kita akan merasa puas dan cukup? Jawabannya TIDAK, kita akan terus dan terus mengejar rasa puas, tidak ada akhirnya. Dulu saat kita merasa diri paling miskin di dunia kita bermimpi, ’aku akan merasa cukup jika saja memiliki rumah dan mobil saja, setelah kedua hal itu terpenuhi maka keinginan itu bertambah lagi............., begitulah jika kita mengejar sesuatu yang tidak abadi, padahal semua itu tidak akan kita bawa mati, tidak akan menemani kita saat kita menghadapNya. Hanya 3 hal yang akan menolong kita : anak yang sholeh, harta yang dishodaqohkan dan ilmu yang amalkan.


Kalau kita ingat-ingat lagi sudahkan kita mendidik anak kita, membekali mereka dengan tuntunan Allah? Jawabnya TIDAK maka celaka lah kita, walau bagaimana pun mendidik anak harus dengan uswah, mereka belajar dari apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar. Harta kita? Sudahkah kita shodaqohkan dan infaqkan di jalan Allah? Jawabannya mungkin saja iya tapi........bukankah semua itu hanya sebagai alat penebus dosa untuk menutupi dosa-dosa yang kita perbuat, maka kita pun jadi tidak ikhlas menshodaqohkannya jawabannya TIDAK, lalu bagaimana dengan ilmu kita ? sudahkah ilmu yang kita miliki kita amalkan? Ah...sekali-kali juga TIDAK, banyak ayat yang kita hafal, banyak pengetahuan agama yang kita tahu bahkan ilmu-ilmu politik, ilmu perang, ilmu ekonomi, dan life style orang manapun kita tahu, tapi apakah semua itu sudah menjadikannya sikap kita? Apakah ilmu yang kita miliki sudah kita aplikasikan dalam hidup kita sebagai sikap hidup dan amal sholeh? Jawabannya juga TIDAK , rugi dan celakalah kita.


Wallahua'alam bishowab
Penulis : Rina M. Taufik

4 Comments:

At 11:35 a.m., Blogger Ophi Nurwicaksono said...

Seperti biasa, tulisan nu menggugah teh..kumaha kabar teh jelang shaum?

 
At 12:45 p.m., Blogger Rina Mutaqinah Taufik said...

wah...aya neng Ophi kaman wae yeuuuh???alhamdulillah di INA mah nuju halodo panjanggg janten meni karebul dimana-mana. Shaum kelihatan mulai semarak di tiap mesjid, kumaha pami di Bonn??

 
At 8:23 p.m., Blogger Unknown said...

assalamualaikum wr. wb hebattttt euy siteteh tos gaduh web,siiiiiiip lah sing seur atuh teh tulisanna nya diantos!!!!!! dari adikmu dinegri rantau heeeeeeee......wassalam (ade imam LH tea)

 
At 3:44 p.m., Blogger Ae89 said...

Asslm. Afwan mbak, boleh tidak kalo saya copy paste ni artikel muhasabah. Habisnya pas baca artikelnya ana terharu, bagus bgt. Ana pingin jg nyebarin ke teman2 di sebuah rubrik majalah islami di kampus saya, tetap disertai nama mbak sebagai penulisnya kok.
Syukran. Wsslm..

 

Post a Comment

<< Home