Send As SMS
Send As SMS

Thursday, September 28, 2006

Jangan pipis sembarangan.........


Jadi ingat lagu anak-anak yang dinyanyikan Melisa kecil “….jangan pipis sembarangan…..” , menyerukan pada setiap orang terutama anak kecil untuk tidak buang hajat sembarangan tapi nasihat ini ternyata hanya berlaku bagi teman teman kecilnya Melisa. Di sepanjang jalan tol, sering sekali saya menemukan mobil berhenti di pinggir jalan dan melihat sopir truk, sopir kendaraan pribadi berdiri dibalik pintu mobil yang sengaja dibuka dan….astagfirllah…nampaknya pengelola jalan tol khususnya, harus memfasilitasi pengguna jalan tol WC-WC umum di sepanjang jalan tol, he..he..

Kejadian serupa pun terjadi di terminal-terminal hampir di setiap kab/ kota di Jawa Barat selalu ada pojok bau menyengat, yang membuat pening kepala, bau pesing yang tak tertahankan...., pernah suatu ketika saya mengantar turis nyasar, di terminal Leuwi Panjang Bandung ia bermaksud mencari Hotel Topaz tempatnya ia menginap, ketika saya mengajaknya melewati barisan bis antar kota, masyaAllah….saya merasa malu sekali dibuatnya, sepanjang jalan yang kami lalui si bule itu terus-menerus ‘ongkek’ (muntah tak jadi/ batuk-batuk) saya tidak menduga sebelumnya akan demikian bau.

Saya tidak habis pikir mengapa banyak orang memiliki kebiasaan aneh, meniru kebiasaan binatang yang suka buang hajat dimana saja, padahal saya sangat yakin sebagian besar para awak bis dan angkot adalah muslim…….OH TUHAN…….

Budaya Buang Hajat Masyarakat

Ketika saya ditugaskan dari kantor tempat saya bekerja berkeliling ke daerah-daerah pelosok Jawa Barat saya melihat ada kebiasaan buruk masyarakat daerah terutama dalam mendidik anak-anak mereka. Orang tua tidak mengajarkan secara benar kepada anak-anak balita mereka mengenai ‘toilet training’, umumnya anak-anak buang hajat atas inisitif dan keinginannya sendiri, mau di selokan kecil, di halaman rumah, di sungai, sawah semuanya berlangsung atas dasar insting ‘gimana moodnya’. Saya berasumsi kemungkinan orang tua mereka memiliki pemahaman yang terbatas mengenai pentingnya kebersihan dan kesehatan.

Saya melihat program-program yang dijalankan PKK di desa-desa yang dicanangkan sejak tahun 1976 belum menyentuh semua lapisan masyarakat khususnya ibu-ibu di daerah terpencil dan pelosok. Saya kira factor pendidikan keluargalah yang membentuk pertama kali budaya bersih masyarakat dewasa ini.

Lantas kemana para cerdas cendikiawan dari daerah?? Umumnya mereka hidup di perkotaan, masyarakat yang melek pendidikan dan ‘berbudaya’ memiliki pekerjaan dan tempat tinggal di perkotaan. Jarang sekali para cendikiawan tersebut kembali ke tempat asalnya untuk membangun daerahnya sehingga akselerasi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya tidak merata.

Kalau dihubungkan dengan peristiwa yang saya alami dengan kebiasaan orang-orang yang saya sebutkan (termasuk diantaranya para awak bis di terminal) bisa kita asumsikan bahwa mereka tidak mendapatkan pendidikan mengenai kebersihan di keluarga mereka terutama saat mereka masih tumbuh dan berkembang, sehingga budaya bersih tidak terinternalisasi dalam diri mereka.

Solusi

Selain pembinaan keluarga khususnya pendidikan keluarga bagi ibu/ orang tua penangan yang cepat dalam mengatasi masalah tersebut adalah control dari ‘government’ dan masyarakat, sebab walau bagaimana pun kebersihan dan kesehatan lingkungan adalah tanggung jawab bersama tentunya dengan ‘government’ sebagai trigger dalam menjalankan program tersebut dimulai dengan ;

  1. memfasilitasi penambahan tempat buang hajat di setiap fasilitas umum seperti jalanan, terminal, pasar;
  2. melibatkan sector informal untuk menjaga dan mengawasi fasilitas kebersihan tersebut (tentunya dengan pemerintah sebagai pemeliknya);
  3. membuat aturan main yang konsisten bagi semua orang dalam memelihara kebersihan dan kesehatan (khususnya dalam buang hajat sembarangan)

WC Umum Milik Perorangan

Dari sekian masalah yang disebabkan karena keinginan buang hajat, beberapa kalangan masyarakat menangkap peluang tersebut dengan membuka usaha WC Umum milik perorangan, bahkan ada sebuah kecamatan di Kab. Garut hampir sebagian besar penduduknya bermata pencaharian pengusaha dan pengelola WC Umum. Penghasilan mereka terbilang besar sekali melebihi gaji PNS golongan IIIb plus tunjangan keluarga.

Fenomena ini harus ditanggapi dengan baik, kalau menurut saya pribadi pemerintah harus turut memfasilitasi usaha-usaha seperti ini bahkan seharusnya pemerintahlah yang harus memiliki program seperti ini sebab walau bagaimanapun fasilitas milik umum harus dimiliki dan dikelola oleh pemerintah sebagai bentuk pelayanan bagi masyarakat agar terciptanya ketertiban dan keamanan juga akan membelajarkan masyarakat untuk hidup bersih.

Baru selesai saya memikirkan semua ini, saat keluar dari pintu gerbang tol Cileunyi pagi ini , ternyata PT Jasa Marga mulai membangun sarana WC umum tepat berdekatan dengan pintu sebelah utara.

Wallahua'alam bishowab
Penulis : Rina M. Taufik

0 Comments:

Post a Comment

<< Home