Send As SMS
Send As SMS

Wednesday, February 22, 2006

Abuse Child

Abuse child, pemaksaan atau kekerasaan terhadap anak merupakan wacana yang orang beraneka ragam menerjemahkannya. Di jerman ada suatu aturan yang menerapkan abuse child dalam konteks memaksakan anak belajar sebagai bentuk pemaksaan terhadap anak dan termasuk tindakan melanggar hukum, dalam aturan tertulis secara rinci prilaku/ perlakuan-perlakuan yang tergolong atau terjerat dalam abuse child. Orang tua, guru atau pendidik sangat berhati-hati dalam menyikapi dan mengajar anak sebab mereka khawatir terjerat oleh hukum abuse child yang diberlakukan oleh pemerintah Jerman.

Konon ada seorang sahabat tinggal di Jerman, menyekolahkan anaknya ke suatu SD disana. Anaknya baru berusia 5 tahun tetapi ia sudah pandai membaca dan menulis, namun beberapa SD yang dikunjungi tidak bisa menerimanya dengan alasan bahwa anak tersebut sudah diperlakukan dengan paksa untuk belajar membaca dan menulis sehingga belum waktunya sudah menguasai kompetensi yang bukan fasenya. Anak temanku harus menunggu 2 tahun sampai usianya genap 7 tahun baru bisa memasuki bangku sekolah SD di Jerman.

Di Indonesia kita bisa melihat bagaimana anak usia 4 tahunan sudah pandai membaca, menulis dan menghitung (calistung). Mereka umumnya belajar calistung dari gurunya di TK, dari orang tuanya dan beberapa diantaranya memiliki guru les khususnya yang mengajarkan calistung di rumahnya. Orang tua merasa sangat bangga jika anaknya sudah pandai calistung, mereka menganggapnya ”..kecil-kecil sudah pinter ya...”., bagi oarng tua ini sebuah prestise baru yang berkembang diantara orang tua TK. Orang tua lain akan menganggapnya sebagai orang tua yang sukses mendidik anak. Begitu pun dengan lembaga pendidikan pra sekolah (Play group dan TK) yang mengajarkan murid-muridnya calistung menjadi sekolah yang pavorit jadi incaran masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Di bagian lain masyarakat Indonesia di kawasan terpencil kawasan timur utara desa nun jauh di sana Jawa Barat khususnya kita akan menemukan beberapa sekolah yang ada di daerah terpencil masih ada praktek-praktek kekerasan terhadap anak sekolah SD. Ketika ada siswa yang tidak memperhatikan guru yang sedang menerangkan di depan kelas, maka tak ayal lagi kapur atau bahkan penghapus kapur (yang terbuat dari kain berisi kapuk) pun melayang ke muka anak, belum lagi dengan teguran dan hardikan yang keras dari sang guru (hasil pengamatan penulis di beberapa SD di sebuah kabupaten di Jawa Barat)

Yang mengherankan reaksi anak dan orang tua di daerah tidak mengganggapnya sebagai suatu bentuk kekerasan. Mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang wajar terjadi karena guru adalah ’ wong atuo karo’ orang yang pinter yang akan membuat anaknya pintar dan jadi ’orang’ kelak. Ketika memasukan anaknya ke sekolah mereka sudah memasrahkan segala-galanya ” bade di beureumkeun bade di hideungkeun...mangga nyanggakeun..” mau di perlakukan merah atau hitam terserah guru, yang penting anak kami jadi pintar. Kepercayaan yang tulus dari orang tua untuk menitipkan anaknya ke sekolah akankah tega kita perlakukan anak mereka seenaknya ??

Mungkin keberagaman persepsi mengenai ’abuse child’ (kekerasan terhadap anak) yang berkembang diantara kita yang mengakibatkan berbagai perlakuan dianggap wajar atau tidak, bahkan belakang terakhir ini banyak kasus yang diungkap media massa kekerasan yang didapatkan anak-anak dari orang tua kandungnya sendiri, misalnya seperti yang dialami adik dan kakak yang dibakar hidup orang tua kandung mereka, atau ...........anak tiri yang disetrika ibu tirinya . Orang tuanya tidak merasa menyesal saedikitpun dan masih banyak lagi yang lainnya.

Masyarakat seharusnya menjadi sosial kontrol terhadap terjadinya kekerasan terhadap anak-anak, sehingga kekerasan terhadap anak dapat dicegah, yang pada akhirnya dapat menguatkan social image terhadap kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak sebagai sesuatu yang tidak wajar dan harus dihindari walau sekecil apapun . Ingat anak adalah aset bangsa yang harus kita jaga nasib bangsa di masa depan ada pada pundak mereka, bayangkan jika generasi yang akan datang adalah generasi yang pendendam, keras hati dan suka kekerasan bagaimana nasib bangsa ini selanjutnya??

Terlepas dari motif apa yang dimiliki orang tua sehingga melakukan kekerasan terhadap anaknya sendiri semestinya kita sadar bahwa kekerasan yang dialami anak akan sangat berdampak terhadap perkembangan mental anak selanjutnya. Anak yang dibesarkan dengan kekerasan akan mendidik mereka menjadi agresif, keras hati, pendendam dan akan memiliki sifat yang sama seperti orang tuanya bahkan lebih sadis.

Kalau kita perhatikan bagaimana Rasulullah memperlakukan anak, dalam sejarah dan hadits disebutkan rasulullah tidak pernah memperlakukan anak dengan kasar/ kekerasan fisik terhadap anak kecuali saat berusia 10 tahun, saat anak tersebut menolak untuk disuruh sholat ”....maka pukullah bagian kakinya ”.

Ada seorang anak ketika Rasulullah sedang sholat ia berada di depan tempat sujud Rasulullah lalu ibunya mengambilnya dengan paksa, setelah selesai sholat Rasulullah berkata pada ibu tersebut"....perlakuanmu akan terus membekas dalam pikiran anakmu sampai kelak ia dewasa...”

Dalam riwayat lain disebutkan pernah cucu Rasulullah Hasan dan Husein menduduki pundak Rasulullah ketika beliau sedang sholat, Rasulullah mendiamkan mereka sampai mereka beranjak dari pundaknya barulah beliau bangun dari sujudnya.

Dari riwayat tersebut tidak ada dalam contoh Rasulullah memperlakukan anak dengan kasar kecuali jika ia menolak untuk sholat dan mengabdi pada allah SWT.

Anak sebagai amanah dari Allah SWT harus kita jaga , pelihara dengan sebaik-baiknya memberinya pendidikan yang benar sesuai dengan yang Allah kehendaki . Anak sebagai seorang individu yang memiliki potensi sama dengan orang dewasa memiliki perasaan dan akal pikiran maka hargailah ia sebagai mahluk Allah yang berpotensi untuk berkembang. Besarkanlah mereka dengan lingkungan yang kondusif, lingkungan yang sebaik-baiknya agar kelak ia bisa belajar menjadi ’manusia’ yang kuntum khoerul ummat.......

Ya semoga................

0 Comments:

Post a Comment

<< Home