Send As SMS
Send As SMS

Friday, October 13, 2006

Parcel.....???

Fenomena yang terjadi saling mengirim dan menerima parcel saat hari raya atau hari spesial lainnya beberapa tahun belakangan, telah membudaya di kalangan masyarakat kita terutama di kalangan para pejabat mulai presiden sampai pejabat RT sekalipun. Ucapan selamat hari raya..., selamat atas wisuda..., selamat atas peresmian... dan terima kasih atas kerjasama…yang disematkan pada pembungkus parcel yang dikirim, menjadi hal yang lumrah. Isi parcel pun beraneka macam mulai dari buah-buahan, makanan kaleng, alat rumah tangga dan elektronik, jumlah parcel dan pengirimnya tergantung seberapa tinggi jabatan/ posisi seseorang di perusahaan atau di lembaga pemerintah, makin tinggi jabatan/ posisinya maka makin banyak parcel yang akan mereka terima, pengirimnya bervariasi mulai dari pejabat yang lebih rendah (untuk menunjukkan rasa hormatnya), pengusaha (untuk mempererat hubungan kerjasama), juga kenalan/ teman- teman dekat.

Bukan tidak mungkin jika seorang pejabat mendapatkan parcel banyak sekali dari bawahannya atau dari temannya, ia pun merasa dituntut untuk mengirim parcel ke pejabat yang lebih tinggi dari dirinya maka dipilihlah parcel-parcel terbagus yang ia dapatkan, kemudian kartu ucapannya diganti dengan bahasa yang berbeda dan tujuan yang berbeda. Selanjutnya parcel tersebut saling dikirim seperti lalu lintas jalan raya bolak-balik, yang pada akhirnya sampai lagi pada si pengirim pertama…(nah…lho!!!!!!!!) “ Lho…ini kan parcel yang gue kirim ke si fulan…????”

Apakah parcel yang kita kirim dimakan/bermanfaat bagi si penerima ? itu nomor dua yang penting pengakuan dari si penerima kalau si pengirim sudah kirim parcel, sudah kasih perhatian.

Fenomena ini mengingatkan saya sewaktu di kampung, orang tua saya dan warga di kampung saya selalu masak saat memasuki 10 hari terakhir Ramadhan, masakan tersebut lantas dikirimkan ke semua warga di kampung. Hal yang sama pun dilakukan tetangga dan warga lainnya, alhasil maka beredarlah nampan aneka masakan tersebut, jika ada seorang tetangga yang lupa tidak diberi maka senampan makanan dari tetangga lainnya pun jadi diberikan pada tetangga yang belum kebagian tersebut atau jika berlebih makanan itu akan dikirim ke warga yang letaknya agak jauh dari kampung walaupun sebenarnya masakan tersebut bukan bikinan si pengirim tapi tetangga yang lainnya.

Kebiasaan ini telah berubah bentuk menjadi saling mengirim parcel yang walaupun pada tahun 2005 KPK mengeluarkan aturan tidak boleh memberi dan menerima parcel bagi para pejabat saat hari raya, tetapi budaya untuk saling memberi sebagai bentuk perhatian akan selalu menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia. Siapa tahu saling mengirim parcel diantara para pejabat dihentikan berubah dengan saling mengirim angpow.

Sebenarnya ada kalangan yang sangat membutuhkan untuk diberi parcel atau angpow yakni fakir miskin dan anak-anak terlantar, merekalah orang-orang yang berhak menerima hadiah, sodaqoh, santunan dan perhatian bukan para pejabat…mereka tidak membutuhkan hal tersebut karena gaji, deposit dan hartanya sudah cukup membiayai hidup layak bahkan mewah. Sebaiknya paradigma memberi dari bawahan ke atasan, dari pejabat rendah ke pejabat yang lebih tinggi dirubah menjadi memberi dari para pejabat tinggi ke pejabat rendah dari yang kaya ke yang miskin.

Tidak perlu ditutup-tutupi karakter masyarakat Indonesia adalah selalu ingin memberi jadi bukan tidak mungkin jika ada aturan dihentikannya mengirim parcel pada pejabat tinggi dirubah menjadi saling memberi angpow, atau secara terang terangan "DENGAN TIDAK MENGURANGI RASA HORMAT KAMI TIDAK MENERIMA PARCEL TAPI ANGPOW"...lho........???


Wallahua'alam bishowab
Penulis : Rina M. Taufik

2 Comments:

At 3:25 p.m., Blogger Nama : Kholidah Hanum said...

Klo lihat polemik akhir2 ini..Parcel memang dilema ya mbak. Di satu sisi jd lahan penghasilan orang dan membuka lap. kerja, tp di sisi lain jg menunjang penumbuh-suburan suap :(

 
At 2:01 p.m., Blogger Ida Latifa Hanum said...

Iya, masih ingat nggak Mbak waktu Presiden SBY memberi teladan dengan tetap membeli parcel, tetapi untuk diberikan kepada orang yang tidak mampu. Tetapi yang terjadi, semenjak ada peraturan dari KPK, penjual parcel justru mengeluhkan tingkat penjualan yg menurun, alias tidak seperti sebelum adanya peraturan ini. Ini sebagai salah satu indikasi, bahwa ada "maksud" dalam pemberian parcel. (semoga tidak su'udzon ya :)). Bukankah jika apa yg dilakukan SBY di ikuti, maka seharusnya tingkat penjualan parcel meningkat drastis, karena notabenenya jumlah orang miskin lebih banyak dibandingkan dengan pejabat tinggi di negeri ini.

 

Post a Comment

<< Home